Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Biografi Wiji Thukul, Sastrawan Dan Aktivis Yang Hilang

 

Biografi Wiji Thukul, Sastrawan Dan Aktivis Yang Hilang

Siliput.com - Untuk generasi pecinta sastra era saat ini, merupakan suatu aib apabila tidak mengenali Widji Thukul. Widji Thukul yang mempunyai nama asli Widji Widodo ini merupakan seseorang legenda dalam dunia sastra. Paling utama, sastra selaku perlengkapan perjuangan bangsa.

Karya- karyanya menghentak, memanaskan kuping penguasa dikala itu. Puisinya menyadarkan jiwa yang cemas karna penindasan yang berlarut, mengajak para proletar buat bangkit bersama. Suaranya menggema, menembus jaman, tanpa tubuh.

Ia merupakan aktivis yang terhitung dalam kejadian hilangnya para aktivis dalam kejadian 27 Juli 1998. Ia lenyap bersama belasan pejuang yang lain. Hingga saat ini, kita tidak sempat ketahui, apa yang sesungguhnya terjalin pada penyair tanpa rasa cemas ini.

Thukul "begitu sapaan akrabnya" tidaklah seseorang kaya raya yang hidup penuh kemewahan. Ia hidup dalam kondisi yang serba susah. Ia sempat mengamen puisi, berjualan koran, jadi calo tiket bioskop, serta jadi tukang pelitur di suatu usaha mebel.

Tetapi, kemelaratan tidak serta- merta membelenggu hasratnya buat melaksanakan perlawanan. Kebalikannya, ia terus menjadi berapi- api buat menuntut keadilan. Ia sekian banyak kali mengetuai aksi massa buat menyuarakan suaranya. 

Ia sempat turut demonstrasi menentang pencemaran area yang dicoba oleh PT Sariwarna, suatu industri tekstil asli Solo. Ia pula sempat mengetuai aksi petani di Ngawi, yang setelah itu berbuntut pada aksi pemukulan terhadap dirinya oleh aparat. 

Tidak cuma itu, Thukul jua mesti alami cedera parah di mata kanannya, sebab dihajar oleh aparat kala memprotes PT Sritex bersama para karyawannya.

Seluruh kekerasan yang dialamatkan padanya, tidak lalu membuat Thukul menyerah. Ia terus melaksanakan perlawanan. Aksi keluhan, puisi kritik, serta karya- karya berani terus ia keluarkan. Sampai kesimpulannya, pada 27 Juli 1998, ia lenyap serta tidak ditemui hingga saat ini.

Jasadnya boleh lenyap. Bentuknya boleh jadi tinggal sepotong gambar dengan mata kanan yang terluka. Tetapi, semangatnya masih terus hidup bersama para sastrawan masa saat ini. Di jamannya, ia sudah melaksanakan hal- hal besar yang sepatutnya dicoba oleh sastrawan kritis. 

Puisinya bukan melulu soal cinta yang menentramkan. Bukan pula soal Tuhan serta seluruh persoalan tentangNya. Puisinya merupakan lambang perlawanan, keberanian, serta semangat guna tidak tinggal diam dalam cengkeraman tirani.

Saat ini, Widji Thukul telah tinggalkan nama serta karya nya. Tetapi, ayo kita jaga terus semangat yang ia tularkan melalui karya-karya heroiknya.

Biodata pendek
  • Nama Asli: Widji Widodo
  • Nama Panggilan: Wiji Thukul
  • Tempat Tanggal Lahir: Surakarta Solo, 26 Agustus 1963
  • Profesi: Sastrawan serta Aktivis
  • Kebangsaan: Indonesia
Widji Thukul lahir di Surakarta, 26 Agustus 1963. Dia ialah seseorang aktivis serta jua ialah anak kesatu dari 3 bersaudara. Dia lahir dari keluarga kurang sanggup, di mana bapaknya merupakan seseorang penarik becak sedangkan ibunya merupakan seseorang penjual ayam bumbu.

Sedari kecil, dia sangat suka menulis. Kala SD Widji kerap menulis puisi serta jua suka membaca. Paling utama buku- buku yang berhubungan dengan dunia sastra. Semasa SMP, dia tertarik di bidang seni teater serta bergabung ke salah satu tim teater bersama sahabatnya. Sepanjang masih sekolah, dia sempat ngamen puisi bersama sahabatnya di jalanan.

Sehabis lulus dari SMP, Widji Thukul melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia jurusan tari. Tetapi sayangnya, dia tidak bisa menuntaskan pendidikannya sampai berakhir serta wajib dropout sebab tidak mempunyai uang guna membayar uang sekolah.

Sehabis keluar dari sekolah tersebut, dia menempuh bermacam pekerjaan mulai berjualan koran, bekerja di pabrik mebel, serta lain sebagainya. Tetapi kerutinan menulis yang dikerjakannya terus dicoba.

Pada tahun 1989, Widji Thukul menikah dengan seseorang perempuan bernama Siti Dyah Sujirah yang dikala itu menjabat selaku seseorang buruh. Tidak lama sehabis menikah, kedua pasangan ini dianugerahi anak kesatu bernama Fitri Nganthi Wani. Pada bertepatan pada 22 Desember 1993, anak kedua mereka lahir ke dunia serta diberi nama Fajar Merah.

Tahun 1988 dia sempat jadi wartawan meski cuma bekerja sepanjang 3 bulan. Tidak cuma itu saja, pada tahun itu pula Widji Thukul sukses membuat bermacam karya sastra semacam puisi, cerpen, esai, resensi puisi, 

Serta lain sebagainya ke media cetak. Ada pula sebagian karyanya yang diterbitkan dalam media cetak antara lain Suara Update, Bernas, Surabaya Post, serta lain sebagainya.